Pada tahun 2023, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melaporkan bahwa lebih dari 42% konflik agraria yang tercatat di Indonesia berasal dari wilayah pedesaan (Sumber: pastibpn.id). Sebagian besar permasalahan tersebut berkaitan dengan ketidakjelasan status kepemilikan tanah, batas wilayah, serta lemahnya sistem administrasi pertanahan desa. Kondisi ini menjadi bukti bahwa tata kelola pertanahan di desa masih menyimpan berbagai tantangan struktural. Di tengah kompleksitas tersebut, kepala desa memegang posisi strategis untuk menjamin akuntabilitas dan keterbukaan. Anda sebagai warga desa berhak mendapatkan layanan pertanahan yang bersih, transparan, dan adil.
Kepala Desa sebagai Garda Depan Administrasi Pertanahan
Berdasarkan Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, kepala desa memiliki kewenangan administratif untuk mengeluarkan dokumen pertanahan seperti Surat Keterangan Tanah (SKT), riwayat kepemilikan tanah, surat keterangan waris, dan surat penguasaan fisik bidang tanah. Dokumen-dokumen ini menjadi prasyarat penting untuk proses sertifikasi hak milik, balik nama, hingga pengajuan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) oleh ATR/BPN.
Namun, kewenangan tersebut juga membawa tanggung jawab besar. Anda sebagai pemohon dokumen tanah berhak mendapatkan informasi mengenai dasar hukum dan prosedur yang dijalankan. Kepala desa wajib mendokumentasikan setiap proses administratif secara tertulis, menyimpan arsip dalam sistem yang mudah diakses, serta mencegah manipulasi data oleh oknum perangkat desa.
Mediasi Konflik Pertanahan secara Berkeadilan
Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), lebih dari 1200 kasus konflik tanah terjadi setiap tahun, dan banyak di antaranya bersumber dari persoalan warisan, batas tanah yang tumpang tindih, serta transaksi tidak terdokumentasi. Dalam skema penyelesaian sengketa, kepala desa menjadi fasilitator utama dalam proses mediasi.
Mediasi yang efektif membutuhkan kepala desa yang netral, memahami hukum pertanahan, dan memiliki integritas. Anda sebagai pihak yang bersengketa dapat meminta pertemuan musyawarah desa dengan mengundang saksi, tokoh masyarakat, serta perangkat desa. Dokumen hasil mediasi seperti berita acara dan kesepakatan damai harus dibuat dalam dua rangkap dan ditandatangani oleh semua pihak.
Digitalisasi Sistem Pertanahan Desa

Digitalisasi menjadi jawaban atas lemahnya pengelolaan arsip fisik di desa. Berdasarkan inisiatif Kemendesa melalui Program Desa Cerdas (Smart Village), desa-desa di beberapa provinsi telah menerapkan Sistem Informasi Desa (SID) yang memuat data pertanahan, termasuk:
- Nama pemilik tanah
- Letak dan luas bidang tanah
- Nomor dokumen
- Status legalitas dan riwayat transaksi
Anda sebagai warga bisa mendorong kepala desa untuk mengintegrasikan SID dengan sistem pertanahan kabupaten. Dengan ini, proses pengecekan status tanah, permintaan salinan dokumen, dan pelaporan konflik bisa dilakukan secara daring, mengurangi waktu dan biaya layanan.
Transparansi dalam Reforma Agraria dan Redistribusi Tanah
Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, menugaskan pemerintah desa sebagai garda depan dalam pendataan tanah dan verifikasi subjek penerima. Kepala desa memiliki tanggung jawab menyusun daftar nominatif berdasarkan kriteria:
- Tidak memiliki tanah atau memiliki tanah kurang dari 0,3 ha
- Bermukim di desa setempat minimal 5 tahun
- Tidak terlibat dalam praktik jual beli tanah ilegal
Anda berhak mengetahui daftar tersebut dan mengajukan keberatan jika terdapat nama-nama yang tidak memenuhi syarat. Transparansi dapat dijalankan melalui pengumuman terbuka, forum musyawarah desa, serta laporan evaluasi yang dikirim ke BPN atau pemerintah kabupaten.
Peningkatan Kapasitas dan Pendidikan Hukum bagi Perangkat Desa
Salah satu kendala utama dalam tata kelola pertanahan desa adalah rendahnya pemahaman hukum oleh aparat desa. Laporan Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) menunjukkan bahwa kurang dari 30% kepala desa memahami UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria secara utuh. Oleh karena itu, pelatihan hukum dan administrasi pertanahan perlu diperkuat.
Pelatihan ini mencakup:
- Penyusunan dokumen pertanahan yang sah
- Teknik pemetaan dan penggunaan teknologi GIS
- Etika pelayanan publik
- Prosedur mediasi konflik dan hukum acara perdata
Anda dapat mendorong anggaran dana desa dialokasikan untuk peningkatan kapasitas ini, agar setiap proses yang melibatkan tanah dijalankan dengan pemahaman hukum yang benar.
Pengawasan Partisipatif oleh Warga
Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pemerintahan desa. Anda sebagai warga memiliki hak untuk:
- Meminta salinan dokumen tanah yang Anda ajukan
- Menyaksikan pengukuran tanah atau pelaksanaan redistribusi
- Mengajukan pengaduan ke BPD, Ombudsman, atau Inspektorat Daerah
Beberapa desa telah membentuk Forum Transparansi Pertanahan, yang beranggotakan perwakilan warga, tokoh adat, dan akademisi. Forum ini bertugas mengawal setiap keputusan pertanahan dan menyampaikan laporan berkala ke publik.
Arsip yang Tertib untuk Kepastian Hukum
Pengelolaan arsip tanah yang sistematis akan mempermudah Anda dalam proses balik nama, legalisasi tanah warisan, maupun penyelesaian sengketa. Kepala desa perlu membangun:
- Ruang arsip khusus dengan pengamanan
- Sistem klasifikasi dokumen berdasarkan jenis dan tahun
- Backup digital menggunakan layanan cloud lokal (seperti SIKS-NG atau SID Kemendesa)
Dengan demikian, jika terjadi konflik atau permintaan legalisasi, Anda tidak perlu mengulang proses dari awal.
Menata Masa Depan Pertanahan Desa
Kepala desa memainkan peran penting dalam membentuk tata kelola pertanahan yang transparan dan adil. Mulai dari dokumen awal, proses redistribusi, hingga mediasi sengketa, kepala desa adalah penentu wajah keadilan di tingkat lokal. Namun peran tersebut hanya akan berhasil jika didukung oleh:
- Digitalisasi sistem
- Pengawasan aktif warga
- Peningkatan kapasitas hukum
- Transparansi dalam setiap tahap
Sebagai warga, Anda memiliki kuasa untuk menuntut keterbukaan, mengakses informasi, dan melibatkan diri dalam forum-forum desa. Dengan sinergi antara aparatur yang berintegritas dan masyarakat yang partisipatif, konflik pertanahan bisa ditekan, dan tanah menjadi sumber kesejahteraan, bukan sumber masalah.